Di Mata ABG, Seks Oral Bukan Hubungan Intim.
Bicara soal seksualitas, batasan untuk kegiatan bercinta bagi para remaja ternyata hanya berupa penetrasi penis ke vagina. Lain dari itu tidak dianggap sebagai bentuk hubungan seks.
Hasil sebuah jajak pendapat terhadap 477 mahasiswa berusia 20-24 tahun di Amerika Serikat menunjukkan bahwa mayoritas setuju, kegiatan bersenggama merupakan sebuah hubungan intim. Walau begitu, hanya satu dari lima mahasiswa (20 persen) yang berpendapat bahwa seks oral juga merupakan sebuah bentuk hubungan seks.
Para pakar mengatakan, pandangan remaja mengenai seks oral ini adalah sebuah pergeseran pola pikir yang signifikan sejak 1991. Pada saat itu, survei menunjukkan bahwa hampir dua kali lipat atau sekitar 40 persen remaja menganggap kontak oral-genital sebagai bagian dari bentuk hubungan intim.
Para ahli pun tidak terlalu kaget dengan pergeseran pemikiran ini. Fenomena ini diperkirakan adalah bagian dari pengaruh kasus mantan Presiden AS, Bill Clinton, dengan kekasihnya Monica Lewinsky. Pada suatu kesempatan, Clinton memang pernah berkilah bahwa apa yang dilakukannya dengan Lewinsky bukanlah hubungan intim.
“Saya tidak pernah berhubungan seks dengan perempuan itu,” kata Clinton dalam pembelaan dirinya setelah Lewinsky mengaku pernah melakukan seks oral dengan Clinton saat bekerja di Gedung Putih.
“Seperti Presiden Clinton, remaja dan orang dewasa muda sering membalikkan arti kata seks oral, tergantung pada citra apa yang mereka tampilkan, yakni berpengalaman atau kurang pengalaman,” kata Jason D Hans, dalam laporan penelitiannya berjudul Sex Redefined: The Reclassification of Oral-Genital Contact.
Para ahli pun menilai, seks oral semakin menjadi tren dalam beberapa tahun terakhir karena dianggap lebih aman dibanding perilaku seks lainnya. Padahal, kontak secara oral pada organ genital dapat menularkan penyakit menular seksual, seperti herpes, sifilis, gonorea, HPV, bahkan HIV.
Para ahli juga meminta para guru dan pendidik untuk meningkatkan upaya pemahaman tentang seks oral kepada remaja dan menjelaskan bagaimana perilaku seks ini menjadi pemicu menyebarnya penyakit menular seksual (PMS). Penelitian ini dimuat dalam jurnal Perspectives on Sexual and Reproductive Health edisi Juni 2010.
Sumber:
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment